Penjualan dan konsumsi rokok masyarakat di Jepang mengalami penurunan hingga 52%, salah satu penyebabnya yakni keberadaan rokok alternatif yang mulai marak di pasarkan di Jepang.
Dalam laporan bertajuk Cigarette sales halved: heated tobacco products and the Japanese experience, yang dipublikasikan oleh Global State of Tobacco Harm Reduction (GSTHR) pada Mei 2024, penjualan rokok di Jepang mencapai 182,34 miliar batang ketika produk tembakau alternatif tersedia lebih luas pada 2015 silam.
Pada 2023, penjualan rokok menurun sebesar 52% menjadi hanya 88,1 miliar. Hal ini berkat dukungan Pemerintah Jepang terhadap keberadaan produk tembakau alternatif. Dukungannya diperkuat dengan kebijakan tarif cukai produk tembakau alternatif sebesar dua kali lebih rendah dibandingkan rokok dan tetap memperbolehkan penggunaan produk tembakau alternatif di ruangan khusus untuk aktivitas makan dan minum, seperti pada restoran.
Situasi di Jepang juga menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif tersedia secara luas dan boleh diperkenalkan kepada perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaan merokok karena lebih rendah risiko. Tak hanya itu, berdasarkan survei The Global State of Smoking 2019, sebanyak 40% alasan tertinggi perokok dewasa di Jepang beralih ke produk tembakau alternatif adalah karena mereka khawatir dengan risiko kesehatan pada perokok pasif.
Alasan ini diikuti oleh 36% responden yang mengatakan bahwa produk tembakau alternatif lebih rendah risiko daripada rokok, dan 35% lainnya berpendapat produk tersebut dapat digunakan di lokasi yang memiliki larangan merokok.
Menanggapi hal ini, President & CEO Global Action to End Smoking (organisasi independen nirlaba yang berdedikasi mencegah risiko dari kebiasaan merokok), Clifford E. Douglas, menjelaskan seluruh pemangku kepentingan perlu mendengarkan dan memahami tantangan perokok dewasa, terutama bagaimana mereka dapat mengurangi risiko lantaran kesulitan berhenti merokok. Selama ini, penyedia layanan kesehatan dan konsumen hanya memberikan pilihan terbatas bagi perokok dewasa seperti berhenti merokok secara langsung (cold turkey) atau menggunakan produk obat pengganti nikotin, antara lain permen karet nikotin dan koyo nikotin.
"Tapi, ada banyak orang yang kesulitan beralih dari kebiasaan merokok dengan menggunakan obat-obatan," kata Clifford, yang disampaikan dalam konferensi Global Forum on Nicotine 2024 di Warsawa, Polandia, dikutip, Selasa (30/7/2024).
Clifford melanjutkan, pemerintah dan organisasi kesehatan seharusnya tidak membatasi dan memaksakan pilihan kepada perokok dewasa dalam upaya menurunkan prevalensi merokok. Kerap kali, upaya tersebut tidak efektif. "Mewajibkan perokok untuk berhenti total adalah tindakan yang tidak manusiawi dan tidak bisa diterima," lanjutnya, menyinggung bahwa banyak perokok yang sulit berhenti namun tidak diberikan solusi alternatif.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO), Paido Siahaan mengatakan Pemerintah Indonesia dapat berkaca pada keberhasilan negara maju, seperti Jepang, dalam mendukung penuh kehadiran produk tembakau alternatif bagi perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaan merokok. Dukungan yang diberikan pemerintah bisa melalui edukasi dan penyebaran informasi komprehensif tentang produk hasil inovasi ini kepada khalayak luas.
"Potensi produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko dapat dimanfaatkan pemerintah untuk menekan prevalensi merokok di Indonesia. Pemerintah dapat memanfaatkan potensi produk tembakau alternatif dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat dan profil risiko produk tersebut, serta memberikan akses dan bertanggung jawab kepada perokok dewasa," jelas Paido.